
Akhir tahun 2010 menjadi titik balik perjalanan karier Dewi Kocu. Kala itu dia masih menjadi karyawan swasta di bidang pemasaran. Dia iseng menunjukkan kertas bekas bergambar musang hasil teknik potong kertas kepada rekan sekantornya. Karyanya mendapat sa
Kompas 18 Feb 2017 OLEH MEDIANA
Teknik potong kertas atau paper cutting merupakan kerajinan tradisional asal China yang berkembang sejak abad ke-6. Dewi menggunakan karyanya sebagai dekorasi seni.
Hingga April 2011, Dewi sudah menghasilkan 15 karya. Semuanya dikerjakan di sela-sela pekerjaan utamanya sebagai tenaga pemasaran. Dia memilih nama merek Cutteristic untuk karyanya. Kertas yang biasa dipakai berjenis fency paper dengan berat 180-210 gram.
”Saya mengerjakan sendiri mulai dari mendesain gambar, memotong dengan cutter, mengelola laman penjualan, memotret karya, dan memasarkannya. Saya bertahan dengan pola kerja seperti ini hingga April 2014,” ujar Dewi (32).
Pada April 2014, dia memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya dan fokus mengerjakan kerajinan berbahan kertas itu. Tahun itu juga, dia mendaftarkan Cutteristic ke Direktorat JenderalKekayaan IntelektualKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam enam bulan kemudian, Dewi sudah mengantongi hak cipta dan merek terdaftar. Kertas, akhirnya mengubah jalan hidup Dewi.
Pola pemasaran memang mengandalkan digital. Aneka media sosial dipakai beriklan, seperti Instagram, Google Plus, dan Facebook. Terhitung sejak kurun waktu 2011-2015, sebanyak 300 karya dihasilkan dari tangannya langsung. Masing-masing karya diberi nomor penciptaan. Mayoritas bergambar wajahmanusia.
Perempuan yang masuk Jurusan Arsitek UniversitasTarumanagara, Jakarta, pada 2003 ini mempunyai hobi fotografi dan pemasaran digital. Kedua hobi tersebut sangat membantu Cutteristic mendapatkan pangsa pasar. Bekal keahlian menggambar semasa kuliah memudahkannya dalam mendesain.
Contoh karya besar Dewi adalah gambar muka Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Dia men- ceritakan, proses pembuatannya detail dan menuntut kesempurnaan saat pemotongan kertas.
Menurut dia, pesanan meningkat setiap tahun. Dewi memilih menjadi desainer dan mengelola proses administrasi pemesanan. Untuk proses pemotongan, kadang-kadang dia menyerahkan kepada tujuh tenaga lepas yang ahli di teknik potong kertas.
”Saat memutuskan mengerjakan Cutteristic pada April 2014, saya langsung menerima kelas pelatihan teknik potong kertas di beberapa kota besar. Jumlah murid saya sudah mencapai sekitar 3.500. Dari jumlah itu, ada tujuh orang yang ahli danmaujadi tenaga lepas,” ujar Dewi.
Kriteria ahli dilihat dari kepiawaian memotong berdasarkan desain. Hasil potongan harus bersih dan sempurna. Nomor karya 301 hingga 621 dikerjakan oleh tujuh orang tenaga lepas. Dewi membuat desainnya, lalu menyerahkan melalui surat elektronik kepada tenaga lepas. Dia akan rutin mengecek hasil potongan.
Lama pengerjaan tergantung tingkat kerumitan desain dan ukuran kertas. Dia menyebut minimal 4 hingga 9 jam. Harganya pun bervariasi mulai dari Rp 1.500.000 hingga di atas Rp 10 juta.
Individu dan Korporasi
Cutteristic tidak hanya melayani permintaan pelanggan individu, melainkan juga korporasi. Jenis karyanya beragam. Tidak melulu dekorasi bergambar wajah manusia.
”Sifat pesanan korporasi adalah suvenir. Mereka umumnya memesan untuk suvenir di acara seminar. Ada pula korporasi yang memesan berupa kartu nama dan undangan acara,” katanya. Total produksi pesanan korporasi sampai sekarang mencapai hampir 5.000. Beberapa perusahaan pemesan karya Cutteristic, antara lain Bank Danamon, Exxon Mobil, dan Frank & Co.
Dewi mengaku senang dipanggil sebagai seniman kertas. Seluruh karya yang ia ciptakan berdasarkan hasrat jiwa dan kecintaannya terhadap teknik potong kertas. Ciri khasnya ada di desain wajah manusia.
”Nomor urut karya itu hanya penanda. Di Indonesia, sudah banyak bermunculan usaha serupa dengan apa yang saya kerjakan. Setiap seniman kertas punya gaya unik dan masing-masing punya pasarnya sendiri,” tutur Dewi.
Sebagai langkah inovasi, dia memproduksi bandul kalung. Bentuk luarnya adalah logam. Di dalamnya diisi gambar yang dihasilkan dengan teknik potong kertas. Selain itu, Dewi mengerjakan desain nori sushi. Lembaran nori dibentuk sesuai selera lalu dipotong dengan teknik potong kertas.